Menu Close

Inovasi EBT, Upaya Memperkuat Pariwisata Berkelanjutan

Loading

Labuan Bajo, KominfoMabar – Upaya Pemerintah Pusat melaksanakan transisi penggunaan energi berbasis sumber energi tak terbarukan menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) terus dioptimalkan. Diyakini sebagai energi yang tak akan habis, EBT juga merupakan sumber energi bersih tanpa emisi, sehingga ramah lingkungan.
Bagi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), selain daya tarik wisatanya khususnya Pulau Flores, juga terkenal akan potensi Sumber Daya Alamnya termasuk Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Sebut saja beberapa potensi seperti intensitas sinar matahari yang baik, potensi arus angin, arus laut, dan juga aliran sungai sehingga berpeluang untuk dilakukan pengembangan EBT. Selain itu, Pulau Flores juga terkenal sebagai “rumahnya” panas bumi (geothermal) karena memiliki sumber panas bumi yang tersebar hampir di seluruh bagian Pulau Flores.
Inovasi pengembangan dan pemanfaatan energi ramah lingkungan tersebut diwujudkan salah satunya melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang energi yaitu PT. Pertamina Persero, melalui salah satu perusahaan sub holding nya yaitu PT. Pertamina Power Indonesia (PPI) yang berfokus di bidang pengembangan sumber energi baru termasuk Energi Baru dan Terbarukan (New and Renewable Energy) demi terwujudnya inovasi energi bersih (clean energy).
Sebagai tindak lanjut, PT. PPI bersama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) melaksanakan diskusi mengenai potensi EBT di Pulau Flores dalam Focus Group Discussion (FGD), pada Senin (01/02/2021).
Berlangsung di Hotel Bintang Flores, Labuan Bajo, FGD melibatkan perwakilan dari PT. Pertamina Power Indonesia (PPI) bersama tim dan juga Direktur Utama (Dirut) BOPLBF, Shana Fatina beserta jajarannya.
PT. PPI yang diwakili oleh Vice President (VP) Bussines Development New Renewable Energy, Arif Hardoku, melihat BOPLBF sebagai mitra strategis mengingat fungsi koordinatif BOPLBF yang meliputi 11 Kabupaten di Labuan Bajo, Flores, Lembata, Alor, dan juga Bima, serta dirasa memiliki peran penting dan strategis bagi terwujudnya penggunaan EBT sebagai energi bersih di kawasan Pulau Flores.
Direktur Utama BOPLBF, Shana Fatina dalam kesempatan tersebut menjelaskan, Provinsi NTT merupakan salah satu di antara beberapa Provinsi di Indonesia yang sangat terberkahi dengan keindahan alam dan potensi sumber energi termasuk potensi pemanfaatan EBT.
“Untuk EBT, Provinsi NTT sangat potensial. Intensitas cahaya mataharinya bagus, mau dimanapun, Pulau Timor, Pulau Sumba, maupun Pulau Flores. Kita juga memiliki arus laut seperti di Selat Molo, Selat Boleng, dan Selat di Larantuka, serta masih banyak sumber tenaga mikrohidro yang kita punyai dan tentu saja untuk geothermal, Flores memiliki segudang sumber panas bumi, sebut saja Wae Sano, Ulumbu, dan Soa. Jadi konsep pengembangan energi bersih di NTT khususnya Flores sangat mungkin dioptimalkan”, terang Shana dalam reales BOPLBF, Kamis (4/02)
Shana juga menambahkan, pengembangan EBT sebagai inovasi energi bersih juga sejalan dengan visi pengembangan pariwisata kawasan Labuan Bajo Flores yang mengusung konsep Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism).
Sementara itu, VP Bussines Development NRE, Arif Hardoku dalam paparannya menjelaskan, Pertamina selaku BUMN melalui PT. PPI sejauh ini terus mengupayakan transisi menuju penggunaan energi bersih.
“Sampai saat ini, kita sudah mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) terpasang sebesar 672 MW yang tersebar di seluruh Indonesia. Kita juga sedang melakukan inovasi pemasangan pembangkit listrik berbasis tenaga surya dan pembangkit listrik berbasis biogas yang tersebar di beberapa titik di Indonesia”, terang Arif.
Lebih lanjut, Ia juga menambahkan, potensi EBT suatu wilayah adalah berkah karena merupakan potensi “in situ” yang tidak bisa dipindahkan ke tempat lain, jadi sudah sepantasnya dimanfaatkan.
Konsep pengembangan EBT sendiri merupakan salah satu upaya global untuk mereduksi emisi karbon yang diharapkan bisa berdampak positif bagi perubahan iklim. Upaya global ini dilaksanakan salah satunya melalui Kesepakatan Paris yang memaksa semua negara berkontribusi menekan pemanasan iklim global, baik negara maju maupun negara berkembang.
Untuk mencapai komitmen penurunan emisi 29% pada 2030, pemerintah menargetkan pengembangan EBT berkontribusi sebesar 23% dari bauran energi Nasional. Indonesia sendiri memerlukan tambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 9 ribu – 10 ribu MW dalam 4 tahun ke depan. Namun merujuk pada tren 4 tahun terakhir pembangkit baru EBT diperkirakan hanya dapat menambah kapasitas sekitar 2500 MW pada 2025.
Bagi Indonesia yang merupakan negara berkembang dengan kepulauan terbesar di dunia khususnya, peningkatan emisi pemanasan global akibat penggunaan bahan bakar fosil untuk energi, industri, dan transportasi dapat mengancam berbagai aspek seperti sektor pertanian, dimana produk-produk pertanian akan mengalami penurunan akibat musim panas yang ekstrim. Selain itu, musim hujan yang singkat dengan intensitas curah hujan yang tinggi akan menimbulkan banjir dan erosi.
(Mckabmanggaraibarat/Syarif ab)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *